Sabtu, 02 Mei 2009

Pendidikan yang Terus Belajar

gambar diambil dari: www.usnationalslaverymuseum.org


“Perubahan pada guru akan mengakibatkan perubahan pada siswa. Peningkatan pengetahuan guru akan meningkatkan pengetahuan siswa juga.”
Koichi Ito (Kepala sekolah dasar Towada, Tokyo)


Dana operasional pendidikan yang besar dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM, penelitian, jurnal ilmiah, peningkatan aplikasi teknologi. Sehingga memang pendidikan sangat membutuhkan banyak biaya. Ironisnya, anggaran pendidikan hanya tujuh persen dari total APBN, padahal negara merencanakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN.


Terlepas dari dana operasional yang tidak sesuai dengan impian, hampir setiap tahun, Depdiknas merekrut guru bantu. Berdasarkan data Depdiknas 2003, program guru bantu mampu menyediakan 190.174 guru. Namun, target yang dibutuhkan belum bisa dipenuhi. Indonesia masih kekurangan guru 427.903 baik dari sekolah swasta maupun sekolah negeri. Sebanyak 1,09 juta atau sekitar 60% guru sekolah dasar, 40% guru SLTP, 43% guru SMU, dan 34% guru SMK secara akademik masih berada di bawah kualifikasi standar sebagai pengajar. Angka itu bisa saja lebih kecil daripada kenyataan di lapangan. Pengangkatan guru bantu hendaknya berdasarkan lamanya mengabdi, kualitas pengajar dan pemerataan guru sehingga daerah pelosok juga mendapat pengajaran lebih baik. Contohnya saja, di papua yang mengalami kekurangan guru lantaran tak ada yang mengajar di kawasan terpencil. Tak ada jalan lain selain mengirim guru atau mendidik guru, dan tampaknya pemerintah perlu meninjau ulang sistem pendidikan guru di Papua.


Namun dengan biaya pendidikan yang begitu murah belum tentu bisa meningkatkan kualitas pendidikan yang setara dengan dunia internasional. Sulit rasanya membayangkan UNJ bisa bersaing dengan pendidikan tinggi di Eropa dan Amerika. Entah UNJ berada kepada tingkat berapa. Menurut majalah Times Higher Education edisi oktober 2006, UI berada di peringkat 250 yang merupakan peringkat terbaik universitas dari Indonesia yang masuk dalam urutan 520 besar dunia. ITB berada di peringkat 258, UGM berada di peringkat 270 dan Undip berada di peringkat 495. Peringkat tersebut diraih dengan beberapa penilaian antara lain adalah publikasi ilmiah, kualitas dosen dan mahasiswa, fasilitas atau sarana pelengkap pendidikan, termasuk penilaian pakar terhadap reputasi universitas serta tradisi akademis yang sudah berakar. Lantas, UNJ peringkat ke berapa?


Meskipun demikian, terlepas dari problematika di atas, tidak peduli UNJ berada di universitas tingkat berapa, tidak peduli dengan grade yang didapat setelah mengikuti kuliah, tapi apa yang dapat kita lakukan kepada orang-orang sekitar kita dengan apa yang dimiliki secara tepat. Seperti kata Istamar Syamsuri, Dosen FMIPA Universitas Malang, “ini bukan merupakan forum pengadilan, sebab rencana pembelajaran adalah milik bersama, karena disusun bersama. Semua pengamat melakukan analisis terhadap apa yang dilihatnya…,” sudah saatnya bagi kita selaku calon guru untuk mendorong, membantu siswa menemukan sesuatu yang baru, memerhatikan apa yang dibutuhkan dan kesulitan siswa. Pendidikan selalu terus berkembang, belajar dari perkembangan jaman, berusaha keras belajar menyaring globalisasi, dan tak lupa menumbuhkembangkan moral.


Referensi: Kompas, www. bem.ui.ac.id, http://www.depdiknas.go.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar